Kamis, 08 Desember 2022



PERIH

oleh : Wahyu Heany Prismawati, AM.Keb 


Gelisahku kutitipkan kepada untaian bintang di langit malam 

kerlipnya menepis gundah seperti tebaran asa yang bernilai 

padanya kukutip sejumput saja bagi jiwaku yang dungu 

tak paham atas kepalsuan yang sering singgah menoreh langkah yang sarat 

bukan berat pada bahu tapi pada isyarat yang sering tak punya makna


Semesta beredar hingga siang berlari 

gusar pada kerling petang

seolah lunas tanpa tinggalkan aksara 

mestinya kuabaikan saja rinai yang melukis kemelut 

tumpahkan saja pada lembaran mushaf yang setia hingga tepian hela 

masihkah ada untuk kupeluk redamkan perih yang menoreh 


Kudapati melati merebaki ubun-ubun kiaskan rentang yang kian sempit 

kuingin tinggalkan cinta pada ilalang, bukit dan mata air 

hingga diamku tergantikan pada hijaunya 

hingga andilku terselip pada gagahnya 

hingga bayyatiku hanyut pada alirnya  


                                                                                Tanjungpandan, 13 September 2022



Dia adalah Wahyu Heany Prismawati, AM.Keb seorang bidan yang memiliki hasrat besar menulis. Semasa sekolah menengah sering berkirim puisi di majalah lokal. Namun sekarang  terkendala dengan kesibukannya sebagai ASN di Dinas Kesehatan Kabupaten Belitung. Dia memilki seorang suami dan dua orang putra.      Terlahir sebagai putri pertama pasangan bapak dan  ibu guru di sebuah desa kecil di Kabupaten Purworejo. Usai mengikuti Program Pendidikan Bidan Aisyiyah di Yogyakarta, awal tahun 1992 hijrah menunaikan konsekwensi menjadi bidan di pulau nan eksotik, Belitung. Mimpinya terus melambung untuk menjadi penulis, hingga saat ini. Bahkan kiprahnya di persyarikatan Muhammadiyah dan Aisyiyah sering dijadikan objek sebagai pelepas hasrat menulis.  Dan berkat inisiasi sahabatnya dia sudah memiliki 5 Buku Antologi Cerpen  dan Puisi Bersama Tim Tinta Aksara , Komunitas Roemah Penulis dan PMA. Bila ingin mengenal tulisannya lebih dekat bisa berkunjung melalui blog yang dirilisnya sejak 2015. 


Di :  https://dafirastory.blogspot.com/2022/05/html



Senin, 12 September 2022

 


LGBT DALAM PRESPEKTIF PENDIDIKAN ANAK SECARA ISLAM

oleh : Wahyu Heany Prismawati, AM.Keb
Ketua Pimpinan Cabang Aisyiyah Kecamatan Sijuk Kabupaten Belitung


Pengantar
    
    Dari Abu Sa'id Al Khudri ra, dia berkata : 
"Aku mendengar Rasullullah SAW bersabda : "Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaknya dia ubah dengan tangannya (Kekuasaannya). Kalau dia tidak mampu hendaknya dia ubah dengan lisannya dan kalau dia tidak mampu hendaknya dia ingkari dengan hatinya. Dan inilah selemah-lemahnya iman." (HR.Muslim). 

Kajian Bulanan Ahad Pagi 

    Pengajian bulanan Pimpinan Cabang Aisyiyah Kecamatan Sijuk pada bulan ini diselenggarakan bertepatan pada Hari Ahad Tanggal 11 September 2022. Seperti biasa satu persatu pengunjung berdatangan mulai memadati Gedung Taman Pendidkan Alquran/TPA Aisyiyah yang terletak di Jalan Sijuk Desa Air Seruk itu. 
    Alhamdulillah cukup ramai. Pimpinan Daerah Muhammadiyah Belitung diwakili dengan kehadiran Bapak Nasrullah, S.Pd. Menyusul hadir Bapak Harun perwakilan dari Lembaga Amal Zakat infaq dan Shodaqoh Muhammadiyah / Lazismu Kabupaten Belitung. Hadir lebih awal Ibunda Hj. Aat Siti Asmunah bersama para remaja putri dari Panti Putri Aisyiyah Tanjungpandan, Selain para ibu mukimin Desa Air Seruk, majelis juga diramaikan oleh Kelompok Majelis Taklim Masjid AT Taubah Tanjungpandan dan Majelis Taklim Masjid Al Jamaah Desa Air Seruk. 
    Pengurus Pimpinan Cabang Aisyiyah Kecamatan Sijuk hadir lengkap mulai dari Ketua, Sekretaris Ibu Sri Hendrawanti, Ketua Majelis Tabligh Ibu Hj.Yuspina dan pengurus lainnya. Tidak ketinggalan hadir Kepala TPA Aisyiyah Ibu Harmini dan para Ustadzah TPA Aisyiyah. Tampak hadir juga Kepala TK ABA 6 Desa Air Seruk Ibu Friska Elvira, S.Pd.
    Kajian pada hari ini cukup menarik meskipun agak sensitif  karena membahas hal yang fenomenal dan riskan. LGBT. Yaitu kependekan dari Lesbian, Gay, Bisexual dan Trans Gender.
    Ustad Rudy Ermawan, S.Pd dalam ceramahnya menyampaikan bahwa islam menyandingkan dosa para LGBT dengan dosa durhaka dan dosa dayyuts.

Durhaka
    Durhaka adalah ingkar terhadap perintah. Bisa perintah Allah, orangtua dan sebagainya. Dalam hal ini Allah memerintahkan agar kita berbuat baik kepada kedua orangtua terutama ibu.

Dayyuts 
    Dayyuts adalah laki-laki baik ayah, suami, abang, adik laki-laki yang tidak terusik ketika anggota keluarganya yang menjadi tanggungjawabnya melakukan pernbuatan maksiat dan haram. 
    Lebih jauh Ustad Rudy Ermawan, S.Pd. juga menyitir sebuah Hadits Rasulullah SAW tentang LGBT yang artinya :
"Rasul melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan perempuan yang menyerupai laki-laki"
(HR. Ahmad No 3151, 5: 243, Sanad hadits shahih sesuai syarat Bukhari)

Kemudian disampaikan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi LGBT yaitu :
1. Perilaku LGBT terjadi karena jauh dari agama.
    Bahwasanya manusia lebih hina dari pada hewan dikarenakan laki-laki menyukai laki-laki dan perempuan menyukai perempuan.
Dalam Al Quran Surat Al Araf : 179

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيْرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْاِنْسِۖ لَهُمْ قُلُوْبٌ لَّا يَفْقَهُوْنَ بِهَاۖ وَلَهُمْ اَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُوْنَ بِهَاۖ وَلَهُمْ اٰذَانٌ لَّا يَسْمَعُوْنَ بِهَاۗ اُولٰۤىِٕكَ كَالْاَنْعَامِ بَلْ هُمْ اَضَلُّ ۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْغٰفِلُوْنَ

Artinya :
Dan sungguh akan Kami isi neraka Jahanam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mererka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (Ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah) dan mereka mempunyai telinga (tetapi tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak bahkan lebuh sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah.
2. LGBT terjadi karena ketidak tegasan orangtua /keluarga dalam menegakkan aturan agama. Di sebagian masyarakat pada saat ini terdapat perubahan tata nilai dalam menyikapi pergaulan. Seperti norma keluar rumah atau pergaulan pada remaja putri dan putra yang sangat longgar sehingga membiaskan norma agama. Bahkan terkadang miris jika kita mengamati sebagian orangtua justru menfasilitasi pergaulan dimaksud sebagai sebuah prestise atas kemampuan status ekonomi atau kemapanan. Naudzubillahimindzaliq.
3. Penggunaan gawai diluar kontrol sehingga mengakses hal-hal diluar ranah usianya. Penggunaan gawai pada era digital seperti sekarang ini merupakan sebuah hal yang lazim. Para orang dewasa menggunakan untuk komunikasi dalam pekerjaan dan diluar pekerjaan serta kepentingan lainnya seperti sarana berbisnis atau berdagang dan lain-lain. Demikian halnya dengan anak-anak kita. Belajar mengajarpun adakalanya menggunakan gawai melalui zoom meeting seperti layaknya orang dewasa menyelenggarakan rapat, seminar  melalui zoom bahkan sekedar berkoordinasi.
    Lebih lanjut Ustad Rudy Ermawan, S.Pd juga mengingatkan bahwasanya anak-anak memiliki hak dan sebagai orangtua kita berkewajiban untuk menfasilitasi. 
Hak anak yang dimaksud adalah :
1. Mendapatkan ibu yang baik
    Ibu adalah panutan, perilakunya dijadikan cermin untuk ditiru, diikuti oleh anak-anaknya
2. Mendapatkan pelajaran Al Quran dari ayahnya atau seseorang yang menggantikan jika ayahnya tidak berkemampuan mengajarkan. 
Kesimpulan
    Fenomena LGBT yang marak pada saat ini hendaknya kita sikapi dengan mawas diri melalui penanaman tauhid dan penerapan aturan agama sejak dini. Dengan demikian menjadi sebuah kebiasaan dan akhlaq keseharian. Demikian Ustad Rudy Ermawan, S.Pd mengakhiri ceramahnya.

Penutup
    Kajian mengenai LGBT ini diharapkan mampu menggugah nurani para jamaah majelis ilmu untuk ikut berkontribusi dalam pencegahan dan perkembangannya yang semakin mengkhawatirkan. Selain dinilai sebagai pahala berlomba dalam kebaikan dan  mencegah kemungkaran akan tetapi  juga ikut serta dalam pembangunan Sumber Daya Manusia Indonesia yang bertaqwa dan berakhlaq mulia, demi terwujudnya Baldatun Thoyibatun Warobbun Ghofur. Aaaminn
Air Seruk, 11 September 2022

Sabtu, 10 September 2022

 


BENDERA

oleh : Wahyu Heany Prismawati, AM.Keb

     Surjana termangu, tumpukan bendera masih menggunung. Gundahnya memuncak. Kerut keningnya semakin berlipat. Mencoba berpikir lebih keras. Apa yang harus dilakukan. Besok sudah tanggal 17 Agustus, bagaimana caranya agar bendera-bendera itu habis terjual. Surjana lekas beristighfar menepis gundah.

    Surjana tekun membuka lapaknya dari pagi hingga petang. Sesekali dia menutupnya sesaat sebelum adzan. Bergegas melangkah ke sebuah masjid yang tidak jauh dari tempatnya berjualan. Usai Sholat Surjana akan membuka dagangannya kembali. Surjana bahkan makan siang di tempat itu. Dengan menu makan siangnya yang nyaris selalu sama. Nasi Putih, tempe atau tahu goreng. Sesekali telur dadar yang hanya berbumbu garam. Bagi Surjana tekadnya mencari rizki untuk keluarga, rupiah demi rupiah dikumpulkan untuk bisa dibawa pulang.  

    Tahun-tahun lalu Surjana selalu mangkal di sini. Di salah satu sisi pelataran sebuah gedung tua yang setiap sore halamannya dipadati oleh pengunjung aneka kuliner dan muda-mudi yang sekedar duduk-duduk di tangga-tangga yang sengaja dibuat oleh Pemerintah Daerah setempat untuk sarana umum dan rekreasi. Sesekali di pagi atau siang hari halaman gedung yang luas itu digunakan untuk berlatih atau tampil sekelompok Drumband sekolah menengah. Nyaris tak pernah sepi aktifitas. 

    Meski selalu ramai tetap saja lapak Surjana sepi pengunjung di tahun ini. Mungkin karena kian banyak orang-orang yang membuka lapak sejenis. Menjual bendera. 

    Surjana lelaki empat puluh enam tahun yang biasa disapa Kang Jana merantau dari pulau jawa ke pulau eksotik Belitung untuk berjualan bendera. Di kampung halamannya Garut, sedang menanti seorang istri dengan tiga orang anaknya dengan sepetak kebun yang tak seberapa. Penghasilan kebun  lebih sering tidak mampu menutupi kebutuhan keluarga. Seorang teman mengabarkan tentang Pulau Belitung empat tahun yang lalu dan membuatnya bergegas menjemput rizki. Mereka bersama menumpang sebuah kapal. Menurut penuturan temannya yang sudah lebih dulu ke Belitung, menjanjikan untuk berdagang. Masyarakat Belitung memiliki penghasilan yang cukup stabil. Dari mulai petani sayuran, petani karet dan sawit, nelayan, Aparat Sipil Negara, buruh pabrik tambang kaolin dan masih banyak lagi yang lainnya. Konon yang berdagang tidak sepi pengunjung. Cerita-cerita itu memotivasi Surjana untuk mengadu nasib ke Belitung. Dan ternyata tak sedikit teman-teman Surjana yang mengadu nasib dengan cara yang sama. Beberapa ada yang berjualan kasur dan bantal, bunga anggrek bahkan sampai bunga plastik. Mereka memikulnya berjalan dari kampung ke kampung. Dari pagi hingga petang. Dengan penghasilan tidak menentu. Kadang laris habis dan kadang tiga hari atau lebih membawa keliling dagangan yang sama. 

    Surjana memilih berjualan bendera karena sesuai dengan waktu kedatangannya waktu itu, awal Bulan Agustus. Dalam benak Surjana bakal laris karena pada Bulan Agustus setiap rumah kantor ruangan dan kapal-kapal nelayan akan memasang bendera dan sebagian akan membeli bendera yang baru. Tidak melesat perkiraan Surjana. Tahun pertama berjualan bendera Surjana meraup untung yang cukup lumayan dan sebelum tanggal 17 Agustus waktu itu, Surjana sudah melenggang pulang. 

    Hal itu berulang pada tahun berikutnya setiap setelah perayaan kemerdekaan Surjana kembali pulang ke kampung halaman dengan membawa penghasilannya berjualan bendera. Untuk kemudian Surjana akan mengulanginya kembali di tahun depan.

    Sore ini, jangankan memikirkan apa yang akan dijual sebagai ganti menjual bendera. Memikirkan cara menghabiskan sisa bendera-bendera saja Surjana sudah sangat pusing.  Sebetulnya sudah sejak tiba dua minggu yang lalu Surjana sudah merasa pesimis melihat para pelapak yang memenuhi tempat mangkalnya bertahun-tahun. Terlalu banyak. Tapi Surjana meyakinkan diri karena seluruh modal sudah dibelikan bendera. Dan berkeyakinan bahwa Allah yang memiliki seluruh semesta dan isinya.

    Surjana mulai menghitung-hitung sisa uangnya, semakin tertunduk setelah menemukan angka-angkanya. Paling lama hanya untuk tinggal dua sampai tiga hari lagi karena dia harus menyisakan untuk ongkos pulang ke Garut. 

    Adzan Sholat Ashar sebentar lagi berkumandang. Surjana bergegas melangkah meninggalkan lapaknya menuju Masjid. Langkah lebarnya segera melambat di serambi masjid. Melepas sandal bututnya menuju kamar mandi masjid. Di depan pintu kamar mandi masjid ada beberapa pasang sandal, Surjana mengambilnya sepasang untuk masuk ke kamar mandi lantas keluar melanjutkan berwudhu di salah satu deretan kran. Surjana duduk di depan salah satu kran air wudhu dan membukanya. Memulai berwudhu dengan lantunan doa berwudhu. Penuh khusyu. Takut tak sempurna hingga menciderai sholatnya. Bagi Surjana sholat adalah hiburan yang selalu dinantinya. Setiap gerakan dan bacaan sholat adalah jamuan bagi Surjana. Saat terindah ia mengadu, meminta dan berharap pada pemilik segala yang di langit dan di bumi. 

    Usai salam lisannya berdzikir sejenak. Kedua tangannya diangkat setinggi dada. Semua yang ada di benak tumpah mengalir. Surjana  selalu bersemangat sepulang dari masjid. Laksana lampu yang baru diganti baterai. 

    Surjana baru memasang sandal kanannya ketika seorang bapak berpakaian Aparat Sipil Negara menepuk bahu menyapanya,

 "Kang Jana ya ?"

"Betul bapak." dalam herannya Surjana mendekat dan mengulurkan kedua tangannya untuk bersalamam. Sejenak Surjana memandangi bapak yang menyambut kedua tangannya.

"Bapak Akbar bukan ? bapak yang dua tahun lalu memborong bendera saya. Apa kabar bapak ?" Surjana menyambut sapaan Akbar dengan sopan dan senyuman yang lebar. 

"Alhamdulillah kabar baik. Kang Jana apa kabar. Waah, sebentar lagi sudah mau pulang kampung ya kang" jawab Akbar lanjut bertanya. 

    Keduanya berkenalan dua tahun yang lalu dan sempat mengobrol panjang lebar. Akbar tipe orang yang tulus sehingga ketika mengobrolpun mampu mengingat dengan baik karena bukan sekedar berbasa - basi. Waktu itu Surjana sempat menceritakan kebiasaannya dan keluarganya yang ditinggalkan di Garut. Termasuk jadwal pulang jualan bendera setiap tahunnya.

"Alhamdulillah saya sehat-sehat saja. Rencana dua atau tiga hari lagi kemungkinan saya akan pulang ke Garut" Jawab Surjana. Suaranya agak melemah. Tak kuasa menyembunyikan kegundahannya meskipun masih tetap tersenyum.

"Alhamdulillah, saya ikut senang mendengarnya. Dagangan habis dong kang, kalau tiga hari lagi sudah mau pulang. Padahal kalau masih ada barang kami ada kebutuhan mendadak untuk perhelatan besar di kabupaten ini."kata Akbar. Kemudian Akbar sekilas menceritakan bahwa Kabupaten Belitung akan kedatangan tamu negara dari 20 negara pada September yang akan datang. Perhelatan yang dikenal dengan Pertemuan setingkat menteri atau G20 Presidensi Indonesia pada tanggl 7 September 2022 sampai dengan 9 September 2022.  

"Oh, kalau barang saya masih ada lumayan banyak. Bapak perlu berapa kira-kira, yang ukuran berapa?" sahut Surjana bersemangat.

"Begitu ya kang. Alhamdulillah. Berjodoh kita. Kalau begitu  saya bisa melihat barangnya sekarang ya kang. Biar sekalian saja Kang Jana ikut motor saya kembali ke lapak."

"Baiklah. Terimakasih bapak. Mari,"Surjana bergegas naik di belakang Akbar. Pikirannya berkecamuk penuh dengan berbagai asumsi. Yang paling dominan adalah rasa syukur yang membuncah. Di saat-saat terakhir kegelisahannya Allah menjawabnya dengan penuh cinta. Hanya sejenak saja sepeda motor Akbar sudah tiba di lapak Surjana. 

    Dengan bersemangat Surjana membuka kembali tumpukan bendera, mulai menghitung dan memilah sesuai ukuran bendera. Masih ada juga umbul-umbul. Yaitu bendera beraneka warna yang dipasang memanjang ke atas dan meruncing pada ujungnya. Biasa dipasang untuk memeriahkan suasana serta menarik perhatian. Umbul-umbul digunakan dalam budaya tradisional Jawa dan Bali, Indonesia dimana pemasangan umbul-umbul tersebut dilakukan jika ada kegiatan besar.

"Bagaimana kang, masih berapa ? tanya Akbar. 

"Yang ukuran 120 cm x  180 cm saya perlu 30 lembar  kang, kemudian yang untuk di kapal ukuran 100 cm x 150 cm saya ambil 50 lembar ya kang" tambah Akbar memberikan rincian.

"Baik. Saya siapkan bapak. Insyaa Allah barang masih ada"Suryana terus bertakbir dalam diam. Tiba-tiba pelupuk matanya terasa pedih, Surjana menunduk menyembunyikan air matanya dengan menyibukkan menyusun pesanan Akbar. 

"Ini yang untuk kapal masih kurang 20 lembar. Tapi saya masih menyimpan di rumah sewa. Bagaimana menurut bapak"ujar Surjana sopan.

"Kalau Kang Jana tidak keberatan kita selesaikan sore ini. Kita bisa sama-sama ke sana dengan sepeda motor. Nanti sekalian kita singgah di ATM kang" sahut Akbar

"Baik. Dengan senang hati. Apakah bapak tidak keberatan menunggu saya berkemas barang-barang saya ?"

"Ya saya tunggu nggak apa-apa kang"jawab Akbar. 

    Hanya beberapa menit Surjana berkemas. Surjana mengikat bungkusan bendera dengan tali kain yang biasa ia gunakan. Lantas bergegas menuju motor Akbar. Menuju pulang. Tak hentinya bertasbih bertahmid dan bertakbir atas kebesaran dan cinta Allah yang dikirimkan sore ini

    Tidak jauh letak rumah sewa yang ditinggali Surjana dan teman-temannya. Masih sepi. Sebagian belum kembali dari pekerjaannya. Waktu masih menunjukkan pukul 15.40 Wib. 

"Silakan duduk di sini, saya akan menyiapkan sisa bendera yang masih kurang. Nanti kita hitung kembali bersama-sama bapak." Surjana mempersilakan Akbar duduk dengan menyodorkan kursi plastik di teras kecil rumah sewa.

"Baik. Silakan kang"jawab Akbar.

    Dua bungkusan bendera dengan dua ukuran berbeda sudah selesai disiapkan. Akbar mengangsurkan sejumlah uang kepada Surjana. 

"Silakan, Kang Jana hitung kembali"

"Sudah. Saya sudah memperhatikan saat bapak menghitung tadi," jawab Surjana sambil menerima lembaran uang dari Akbar.

"Saya sangat berterima kasih, karena bapak sudah memborong kembali bendera-bendera saya"ujar Surjana kembali.

    Akbar meninggalkan Surjana dengan tersenyum. Dan Surjana berdiri melambai menatap kepergian Akbar seperti menatap seorang malaikat yang khusus dikirimkan Allah untuknya. Air Matanya mengalir tak terbendung. Bergegas melangkah ke kamarnya. Hanya satu yang ada di benaknnya ingin segera berkemas-kemas untuk segera pulang ke Garut. Menyampaikan titipan Allah untuk keluarganya. 


SEKIAN




  

Dia adalah Wahyu Heany Prismawati, AM.Keb seorang bidan yang memiliki hasrat besar menulis. Semasa sekolah menengah sering berkirim puisi di majalah lokal. Namun sekarang  terkendala dengan kesibukannya sebagai ASN di Dinas Kesehatan Kabupaten Belitung. Dia memilki seorang suami dan dua orang putra.      Terlahir sebagai putri pertama pasangan bapak dan  ibu guru di sebuah desa kecil di Kabupaten Purworejo. Usai mengikuti Program Pendidikan Bidan Aisyiyah di Yogyakarta, awal tahun 1992 hijrah menunaikan konsekwensi menjadi bidan di pulau nan eksotik, Belitung. Mimpinya terus melambung untuk menjadi penulis, hingga saat ini. Bahkan kiprahnya di persyarikatan Muhammadiyah dan Aisyiyah sering dijadikan objek sebagai pelepas hasrat menulis.  Dan berkat inisiasi sahabatnya dia sudah memiliki 5 Buku Antologi Cerpen  dan Puisi Bersama Tim Tinta Aksara , Komunitas Roemah Penulis dan PMA. Bila ingin mengenal tulisannya lebih dekat bisa berkunjung melalui blog yang dirilisnya sejak 2015. 

Di :  https://dafirastory.blogspot.com/2022/05/html

                                                                 



Sabtu, 03 September 2022

 

SEJUTA BENDERA BAGIMU NEGERIKU

oleh : Wahyu Heany Prismawati, AM.Keb

 

Laskar sejuta bendera bawakan asa untukku

berbaris laksana pejuang

pekik merdeka dalam kibarmu berlaga bersama deru angin pantai

cinta negeriku memerah menyesaki seluruh nadi hingga pori – pori

 

Laskar sejuta bendera bawakan cinta untukku 

negeriku berselimut merah putih 


Laskar sejuta bendera menari di sepanjang jalan 

elok menjuntai menghias gedung-gedung  

tegap di anjungan kapal-kapal

lenggoknya lecutkan potongan pesan 

pada debur ombak yang berulang pecah

pada mentari emas yang menyala pada ruas-ruas ranting

 

Laskar  sejuta bendera pesonakan negeriku

dengan taburan aneka warna menyela berkibar hingga gagahmu kentara

jika pudarmu menyapa bukan kami tak cinta

mungkin semesta yang tak henti mendera pada tulang-tulang penduduk negeri

demi gemintang yang menggoda taburkan kepingan mimpi

 

Laskar sejuta bendera kusimpan disini 

pada relung

kukibar dalam senyap

kujadikan pembalut jiwa agar putihnya tak lusuh  meski daulat negeriku dipenuhi noda

agar tak usang meski nusantara tercabik para durjana hingga hilang bentuk  

sejutamu tetap terpahat disini

 

 

Air seruk, Penghujung Agustus 2022

 

 

 

                                                                                                                                                                       Dia adalah Wahyu Heany Prismawati, AM.Keb seorang bidan yang memiliki hasrat besar menulis. Semasa sekolah menengah sering berkirim puisi di majalah lokal. Namun sekarang  terkendala dengan kesibukannya sebagai ASN di Dinas Kesehatan Kabupaten Belitung. Dia memilki seorang suami dan dua orang putra.      Terlahir sebagai putri pertama pasangan bapak dan  ibu guru di sebuah desa kecil di Kabupaten Purworejo. Usai mengikuti Program Pendidikan Bidan Aisyiyah di Yogyakarta, awal tahun 1992 hijrah menunaikan konsekwensi menjadi bidan di pulau nan eksotik, Belitung. Mimpinya terus melambung untuk menjadi penulis, hingga saat ini. Bahkan kiprahnya di persyarikatan Muhammadiyah dan Aisyiyah sering dijadikan objek sebagai pelepas hasrat menulis.  Dan berkat inisiasi sahabatnya dia sudah memiliki 2 Buku Antologi Cerpen Bersama Tim Tinta Aksara. Bila ingin mengenal tulisannya lebih dekat bisa melalui blog yang dirilisnya sejak 2015. 

Di :  https://dafirastory.blogspot.com/2022/05/html

                                                                 

 

                                                                                                                             

                                                                                                                                                                                                  

 

 

 

Kamis, 25 Agustus 2022


 




PARENTING BAGI REMAJA

Oleh : Wahyu Heany Prismawati, AM.Keb

         

Pendahuluan

        Definisi remaja dari beberapa pendapat yang perlu kita ketahui ada beberapa :

A. Remaja adalah  penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun, (WHO)

B. Remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun (Peraturan Menteri Kesehatan RI                     Nomor 25 tahun 2014)

C. Remaja adalah usia 10-24 tahun dan belum menikah

        Tentu saja perbedaan pendapat rentang usia remaja tidak perlu menjadi kendala bahkan kita bisa lebih fleksibel dalam implementasi teknis maupun tips parenting bagi anak-anak kita. Worldometer merilis data jumlah penduduk Indonesia hingga 25 April 2022  adalah  3,51 persen dari total penduduk dunia. Dan diperkirakan kelompok remaja berjumlah 1,2 milyar atau 18% dari jumlah penduduk dunia. Jumlah pemuda di Indonesia sebanyak 64,92 juta jiwa pada 2021. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah itu setara dengan 23,90% dari total populasi Indonesia.


Komunikasi

Setelah doa benang merah dalam pendidikan usia remaja adalah komunikasi.  Memiliki remaja dalam sebuah keluarga adalah sebuah tantangan ibadah yang tidak bisa dipandang sebelah mata maupun dianggap remeh. Penanaman disiplin, kebiasaan-kebiasaan baik maupun bentuk-bentuk aturan, kesepakatan dan kaidah agama tidaklah mudah. Remaja memiliki kondisi psikologis yang tidak stabil terkait pengaruh hormon, watak bawaan maupun tingkat kecerdasan remaja itu sendiri. Teknis komunikasi yang tepat akan mempermudah para orang tua dalam melakukan pengasuhan. Garis besar komunikasi yang diperlukan dalam hal ini ada bebrapa hal.

  1. Jujur, katakan dengan apa adanya. Remaja yang mendapati kebohongan atas ucapan-ucapan kita akan menjadikan mereka antipati bahkan tidak akan respek lagi dengan kita
  2. Sabahat, penting dalam berkomunikasi dengan remaja, orang tua memposisikan diri sebagai sahabat yang mampu memahami ketidak stabilan emosi yang sering terjadi pada remaja dengan tetap memiliki syarat dan ketentuan
  3. Pendengar yang baik, kemampuan mendengarkan pendapat dan keluhan remaja merupakan salah satu tolo ukur keberhasilan membangun komunikasi dalam pengasuhan. Melalui kemampuan ini orang tua dapat menyimpulkan tentang pengetahuan dan kemampuan anak, juga tentang hal-hal yang disukai dan tidak dikehendaki. Penggalian informasi tentang anak dapat dilakukan disini dengan menjadi pendengar yang baik
  4. Komitmen, remaja cenderung mudah patah arang jika mengetahui pihak lain melakukan pelanggaran sebuah komitmen yang telah dibuat. Apalagi jika yang melanggar komitmen itu adalah orang tuanya yang notabene meraka percaya.
  5. Menjaga rahasia, remaja tidak menyukai jika privasinya diumbar. Simpanlah dengan baik apa yang sudah dikeluhkan maupun apa-apa yang pernah mereka sampaikan kepada kita kecuali telah ada kesepakatan. Hal-hal yang telah kita ketahui tersebut cukup kita jadikan pedoman maupun bahan pertimbangan dalam pengasuhan
  6. Maaf, meminta maaf atas sebuah kesalahan tidak akan menurunkan martabat kita sebagai orang tua. Lakukan jika kita telah membuat kesalahan. Dengan ini remaja akan melakukan hal yang sama jika melakukan sebuah kesalahan. Meminta maaf adalah hal yang tidak mudah dan diperlukan keberanian serta pembiasaan sehingga kita tidak berat melakukannya.
  7. Penghargaan dan penghormatan, remaja akan respek kepada orang tua yang juga menghargai keberadaannya dan menghormati hak-haknya. Penting menghormati pendapatnya dengan tetap pada koridor sesuai dengan kaidah norma agama dan budaya.

Lingkungan

        Jika kesehatan dipengaruhi oleh faktor perilaku, lingkungan, pelayanan kesehatan dan keturunan maka dalam pengasuhan remaja, lingkungan merupakan salah satu faktor yang memiliki pengaruh cukup besar. Lingkungan yang dimaksud yaitu lingkungan sosial, adalah kehidupan sekumpulam manusia yang ada di suatu lingkungan masyarakat. Di dalam lingkungan ini manusia saling berhubungan dengan masyarakat (Amsyari, 1989).

        Lingkungan sosial yang mempengaruhi dalam pengasuhan remaja adalah lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan di luar keduanya.Di dalam keluarga remaja mencermati dan cenderung mencontoh perilaku anggota keluarga seperti ayah dan ibunya, kakak atau saudara yang tinggal di dalamnya. Di sekolah remaja merekam perilaku guru, teman-teman, staf sekolah dan penghuni sekolah lainnya. Demikian halnya dalam lingkungan di luar keduanya yang memiliki area jauh lebih luas lagi termasuk saat ini dengan pesatnya perkembangan teknologi. Setiap orang mampu mengakses internet dengan leluasa. Setiap orang terpapar dengan berbagai hal baik pemahaman norma dan hal lainnya yang dimungkinkan memberi pengaruh dalam pembentukan sebuah kepribadian.

Besaran pengaruhnya tergantung intensitas dan frekwensi paparan sikap maupun gambaran yang diperoleh remaja baik secara audio maupun visual. Semakin sering gambaran tersebut diperolah maka akan semakin erat terekam di otak remaja dan menjadi sebuah pembiasaan. Sehingga hal-hal baik atau sebaliknya akan terekam dan secara tidak langsung akan menjelma sebuah pola pada sikap dan perilaku para remaja tersebut.

 

Doa orang tua

Adalah hal-hal di luar kompetensi manusia adalah Rida Allah. Satu hal di luar jangkauan manusia. Rida Allah adalah Rida orang tua.

"Ridho Allah itu tergantung ridho kedua orang tua dan murka Allah juga tergantung kepada murka kedua orangtua." (HR. Tirmidzi).

         Sangatlah penting bagi para orang tua untuk senantiasa mengingat hal ini agar terpatri dengan baik di dalam hati sehingga menjadikannya dasar dalam pola pengasuhan pada anak-anak kita terlebih remaja. Ketika ibu berkata semesta merestui. Itu merupakan kalimat yang sering kita dengar. Karena pada hakikatnya di jagad raya ini terhubung jaringan-jaringan “internet” sehingga memungkinkan terjadi sebuah kemistri, sambungan-sambungan rasa bahkan ucapan-ucapan yang mengalir menjadi rangkaian doa.

           Sebagai muslim sejak awal islam memiliki semua panduannya dalam Alquran. Mulai dari norma pernikahan sebagai wadah dalam pendidikan anak, berikhtiar untuk sebuah kehamilan, menghadapi persalinan, memberikan makanan halal dan thoyibah, termasuk memberikan ASI hingga usia dua tahun, penatalaksanaan pada anak dengan kesulitan prestasi dan kenakalan remaja, bahkan sampai dengan mengantarkan ke jenjang pernikahan dan menunaikan tugas atau bekerja. Semua dipaparkan di dalam Alquran untuk dijadikan sebagai petunjuk atau pedoman bagi umat muslim.

           Belum lagi keluarga-keluarga pilihan yang Allah contohkan di dalamnya seperti pola pengasuhan Nabi Muhammad SAW. Beliau menunjukkan cinta dan kasih sayang kepada orang-orang di sekitarnya. Bahkan beliau tidak malu menunjukkan rasa hormat dan cinta kepada putrinya, Fatimah Azahra, di hadapan orang lain sekalipun. Hingga perilaku tersebut menular kepada Fatimah.

          Kemudian Nabi Ibrahim, AS yang menunjukkan rasa cinta dan sayang kepada anak keturunannya melalui doa. Kita ketahui seperti apa keturunan Nabi Ibrahim AS. Lantas kita mengenal juga Nabi Yakup AS yang sangat piawai dalam menciptakan kenyamanan berkomunikasi dengan anaknya sehingga Nabi Yusuf AS tidak segan-segan menceritakan mimpinya. Nabi Yakup AS juga memahami perbedaan sifat anak-anaknya sekaligus menjaga agar mereka senantiasa saling menyayangi. Sebagaimana pada Surat Yusuf ayat 5. Tidak ada adu domba di dalamnya,

قَالَ يٰبُنَيَّ لَا تَقْصُصْ رُءْيَاكَ عَلٰٓى اِخْوَتِكَ فَيَكِيْدُوْا لَكَ كَيْدًا ۗاِنَّ الشَّيْطٰنَ لِلْاِنْسَانِ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ

“Dia (ayahnya) berkata, “Wahai anakku! Janganlah engkau ceritakan mimpimu kepada saudara-saudaramu, mereka akan membuat tipu daya (untuk membinasakan)mu. Sungguh, setan itu musuh yang jelas bagi manusia.”

       Kemudian yang tidak kalah fenomenalnya adalah Nabi Luqman AS. Allah menganugerahkan kepadanya kemampuan memberikan kebijaksanaan dan nilai-nilai kebaikan kepada anaknya. Dalam Alquran Surat 31, Luqman ayat 16 yang artinya :

(Lukman berkata), ”Wahai anakku! Sungguh, jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di bumi, niscaya Allah akan memberinya (balasan). Sesungguhnya Allah Mahahalus, Mahateliti.” (QS. Luqman 31 : 16)

Diterangkan Nabi Luqman AS memiliki sikap yang manis dan lembut kepada anaknya, mengajarkan tentang nilai kejujuran, mengingatkan anaknya untuk menjadi orang yang rendah hati tidak sombong sepanjang hidup dan menjaga hubungan baik dengan orang-orang di sekitarnya. Hal ini terekam dalam Alquran Surat Luqman ayat 18 yang artinya:

 "Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri." (QS. Luqman 31:18)

Lebih detil lagi Alquran menerangkan tentang pergaulan dalam islam. Sebuah tema yang cukup popular dalam pendidikan remaja. Pergaulan sesuai syariat islam.

            Allah menciptakan perbedaan dengan adanya laki-laki dan perempuan dengan keunikan masing-masing dan memerintahkan kepada kita untuk saling menghargai dan berinteraksi sesuai dengan syariat islam. Lebih lanjut Alquran juga mengisyaratkan bahwa pergaulan atau lingkungan sangat berpengaruh pada perilaku seseorang termasuk remaja. Isyarat agar bergaul dengan orang-orang sholih ini dapat kita baca dalam beberapa ayat Alquran yaitu :

1.      Surat At Taubah ayat 119 yang artinya :

“Dan hendaklah kamu bersama dengan orang-orang yang benar (Jujur)”

2.      Asy Syuara ayat 99-101 yang artinya :

“Dan tiadalah yang menyesatkan kami kecuali orang-orang yang berdosa, maka kami tidak memberi syafaat seorangpun dan tidak pula mempunyai teman yang akrab”

3.      Al Imron ayat 118 yang artinya :

“Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang di luar kalanganmu karena mereka tidak henti-hentinya menimbulkan kemadhorotan bagimu”

 

Dan norma agar menjaga diri dalam pergaulan diatur dalam Alquran Surat Annur ayat 31 – 32 yang artinya :

“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya, memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman, hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan menjaga kemaluannya”

Bentuk dari implementasi panduan di atas tentu saja dengan mengarahkan remaja dan keluarga kita kepada pergaulan yang sehat pergaulan yang baik serta memberikan teladan sebagai para orang tua yang sholih dan sholikhah yang senantiasa memperbaiki diri, menjaga dari segala bentuk maksiat.

Cukuplah Allah SWT dan Rasulullah SAW sebagai penuntun ibadah kita. Ibadah tertinggi, dimana mempersiapkan keturunan yang sholih dan sholihah agar dapat kita jadikan kunci surga dan penerus doa ketika kita sudah wafat.

 

Dari Abu Hurairah RA berkata :

“Rasulullah bersabda, apabila manusia itu meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga. Yaitu sedekah jariyah, Ilmu yang bermanfaat dan anak sholih yang mendoakan kepadanya” (HR.Muslim)

Anak adalah asset dunia dan akhirat yang keberadaannya seperti dua sisi mata uang. Saling berlawanan. Beberapa bahkan sering menjadikannya sebuah alas an untuk tidak memiliki anak yang banyak karena khawatir tidak mampu mendidik dengan baik. Bagaimana kalau kita mengambil kesimpulan dari sudut yang berbeda. Berjuang untuk mampu memberikan contoh yang baik agar mereka meneladani. Karena mereka adalah kunci surga bagi kita para orang tua.

 

“Ku sesaki kalbu kalian dengan ayat-ayat sajdah

ku patri agar membekas hingga jelmakan kendali pada sayap-sayap kalian

rinai kajian ku urai ku sajikan dalam rindu yang membelenggu langkahku

agar istiqomah lakuku selaku inang

tak goyah meski raga terkoyak dan jiwa tersobek seribu sembilu

ku kan tetap di sisi kalian membayang agar langkah indah tak surut

menggamit agar titian tak runtuh

memeluk agar tangisan berganti senandung

bertepuk agar laju langkah kalian

memekik agar kalian rasakan gundahku

terus teruskan saja hingga padam bara maksiat

hingga ujung tepian takdir menjemput

satu saja ku kan berpinta pada kalian

doa-doa kalian ketika barzahku membentang

hingga penantian akhir zaman bukan nestapa”

 

                                                                        Tanjungpandan, 25 Agustus 2022

 

   Dia adalah Wahyu Heany Prismawati, AM.Keb seorang bidan yang memiliki hasrat besar menulis. Semasa sekolah menengah sering berkirim puisi di majalah lokal. Namun sekarang  terkendala dengan kesibukannya sebagai ASN di Dinas Kesehatan Kabupaten Belitung. Dia memilki seorang suami dan dua orang putra. Terlahir sebagai putri pertama pasangan bapak dan  ibu guru di sebuah desa kecil di Kabupaten Purworejo. Usai mengikuti Program Pendidikan Bidan Aisyiyah di Yogyakarta, awal tahun 1992 hijrah menunaikan konsekwensi menjadi bidan di pulau nan eksotik, Belitung. Mimpinya terus melambung untuk menjadi penulis, hingga saat ini. Bahkan kiprahnya di persyarikatan Muhammadiyah dan Aisyiyah sering dijadikan objek sebagai pelepas hasrat menulis.  Dan berkat inisiasi sahabatnya dia sudah memiliki 2 Buku Antologi Cerpen Bersama Tim Tinta Aksara. Bila ingin mengenal tulisannya lebih dekat bisa melalui blog yang dirilisnya sejak 2015. 

Di :  https://dafirastory.blogspot.com/2022/05/html

                                                                 

Sabtu, 13 Agustus 2022

 


RIANTI

oleh : Wahyu Heany Prismawati, AM.Keb

 

       Pantai Tanjung Tinggi bisu, mewakili sepinya hati Rianti. Jiwanya dipenuhi gamang, sedih sekaligus amarah. Di sampingnya Rozak duduk merangkul bahunya. Pasir pantai melumuri kaki-kaki mereka, memberikan sensasi damai.  Sesekali riak-riak kecil menyapunya. Di dekat batuan riang dua bocah bermain air laut. Sesekali Rianti menyusut air matanya dengan punggung tangannya. Rozak meraih bahu Rianti membawanya mendekat hingga kepala Rianti bersandar di bahunya. Menepis perasaan bersalah atas perundungan yang diterima istrinya oleh tetangga maupun sanak saudaranya.

“Tak perlu kau hiraukan perkataan mereka, kamu tetap wanita terbaik bagiku. Bagi anak-anak kita.”

“Lihat kedua anak kita Rianti. Belum tiga bulan mereka bersama, mereka sudah nampak sangat dekat bahkan aku melihat Nisha sangat bahagia. Aku sudah sangat lama tidak melihat Nisha tertawa hingga terbahak sepeninggal ibunya”

“Aku yakin kita bisa melewati ini semua dengan baik bersama anak-anak kita”

Rozak terus mengatakan hal-hal positif berharap Rianti akan tenang, tak lagi bersedih.

            Rianti adalah perempuan berdarah sunda yang terjual kehormatannya demi suatu hal yang sama sekali tidak masuk akal. Rianti ditinggalkan mantan suaminya yang kabur setelah kalah berjudi. Mirisnya sang mantan meninggalkan hutang dengan perjanjian tubuhnya sebagai alat pembayar. Rianti cantik tak berdaya ketika seorang lelaki paruh baya menggerayanginya dengan seringai,  lengkap berjaga para centengnya di luar bilik. Setelah puas lelaki itu menjualnya pada seorang pemilik café untuk dilacurkan ke pulau seberang.

***

            Malam itu Café Lemora ramai pengunjung. Di deretan meja bar, asap rokok membumbung. Beberapa lelaki hidung belang duduk sembari menikmati minuman. Mulai dari sekedar segelas kopi hingga minuman beralkohol dengan perempuan-perempuan berdandan menor di sisinya. Seorang wanita berambut sebahu dicat pirang duduk genit di pangkuan, seorang lagi berdandan korean bergelayut manja di sebelah seorang pria. Para penjaja cinta sesaat.  Rianti bersembunyi di sudut kamar belakang. Sudah tiga kali mucikari mengetuk pintu kamarnya untuk segera keluar. Tak bergeming. Rianti sibuk menghapus air mata yang tak henti mengalir.

“Baru ? “ Tegur Rozak pada sang mucikari di lorong menuju toilet. Rozak sempat memergoki wajah Rianti di sela pintu kamar yang terbuka saat pemilik café memaggil Rianti. Berdesir sesaat jantung Rozak.

“Nangis terus sudah nyaris seminggu ngga bisa dipakai” Keluhnya

“Aku boleh ketemu ngga ?”

“Waah sejak kapan kamu suka belanja barangku?”

“Yang ini beda”

“Kampret” maki pemilik café seraya membalikkan badan menuju bilik milik Rianti.

            Rozak adalah seorang sopir sebuah perusahaan yang menyuplai batu es untuk Café Lemora. Hampir tiga kali dalam seminggu Rozak keluar masuk café itu. Pemiliknya sudah sangat akrab dengannya dan tahu selama ini Rozak tidak pernah memakai pajangannya. Setiap kali ditawari selalu menolak dengan candaan-candaan ringan seperti “Ah, kurang cantik” atau dengan kalimat yang lain “Ntar deh belum ada mood” dan dalih-dalih lainnya.

            Bagi Rozak tidak pantas untuk bersenang-senang dengan perempuan-perempuan itu sementara anaknya setiap petang selalu taat belajar mengaji. Hutangnya pada almarhumah Rianti Nisha sangat besar hingga tak kuasa ia menodainya dengan hal-hal yang bejat.

“Keluarlah, ini ada orang baik-baik ingin menemuimu” Gendon, sang pemilik café mengetuk kembali bilik Rianti dan membukanya. Kali ini Rianti mengangkat wajahnya. Entah apa yang membuatnya tiba-tiba merasa memiliki secercah harapan. Gendon tersenyum dengan seringai. demi melihat Rianti perlahan berdiri dari sisi ranjangnya. Merapikan rambut legamnya yang tergerai hingga pinggang dan menyapu sisa air mata dengan sehelai handuk di sandaran kursi. Melangkah keluar. Mata Gendon semakin berbinar, laksana melihat sekoper besar uang ratusan rRianti tengah melenggang. Angannya melambung pada pundi-pundi yang bakal penuh.

            Rozak duduk di sebuah kursi di sudut ruangan. Ada dua kursi melengkapi meja kayu itu.  Di atas meja ada asbak dan sebuah kotak tissue. Lembar menu terselip di antara keduanya. Rianti melangkah sedikit ragu dan mengambil duduk di kursi yang tersisa. Rozak sejenak berdiri mengulurkan tangan menyebutkan namanya, Rianti mengikutinya.

“Nama yang bagus.” Entah dari mana Rozak bisa mengucapkan kata-kata itu. Sekilas seperti kata-kata rayuan. Tapi sejatinya Rozak sudah menyukai nama itu, mungkin setelah melihat empunya di keremangan kamarnya tadi.

            Tak banyak obrolan malam itu, Keduanya masih nampak sama-sama canggung. Sesekali Rianti mencuri pandang melihat wajah pria di sebelah kursinya, tidak seberapa tampan. Perawakan sedang. Rambut agak ikal. Rianti mencoba menebak usia Rozak sekitar satu atau dua tahun saja di atasnya. Sekali bertemu Rianti sudah bisa menebak Rozak bukan seperti laki-laki kebanyakan. Sudah hampir setengah jam mengobrol tak ada isyarat Rozak mengajak masuk bilik seperti kebanyakan pria-pria yang mengencani teman-temannya di café. Alih-alih Rozak malah mengajaknya keluar.

“Kamu pasti belum pernah melihat pantai kami di malam hari, di bawah rembulan” Ujarnya.

 Lantas berdiri mengajak Rianti. Di kejauhan Gendon melambai. Keduanya saling memahami isyarat yang terkirim.

            Tepian pantai Tanjung Pendam di bawah temaram rembulan sangat eksotik. Keduanya duduk bersebelahan.

“Bagaimana pantai kami, indah bukan ?” Rozak berusaha mencairkan suasana. Rianti tersenyum membuat darah Rozak berdesir.

“Kamu boleh cerita denganku tentang apa saja. Termasuk mengapa kamu sampai ada di Lemora” Ujar Rozak sambil memandang rembulan.

Entah ada kekuatan dari mana hingga Rianti dengan mudah menceritakan semua tentang masa lalunya hingga sampai terdampar di pulau ini.

“Anakku bersama dengan  mamahku di kampung” Ujar Rianti mengakhiri kisahnya.

“Kalau kamu mau, aku akan menemani perjalanan hidupmu selanjutnya Rianti”

“Jangan terburu – buru bang, kita baru kenal malam ini” Sanggah Rianti. Hati kecilnya surut tak ingin kecewa.

“Aku akan membawamu keluar dari café itu dan menikahimu” Timpal Rozak kembali. Rianti kembali menangis, terharu lantaran menemukan seorang pria yang menawarkan kehidupan lebih baik untuknya.

“Kamu boleh membawa anakmu bersama kita kalau kamu mau,” sambung Rozak kembali. Kemudian Rozak menceritakan tentang kehidupan pribadinya, tentang istrinya yang meregang nyawa karena kanker rahim dan meninggalkan seorang putri belia yang saat ini berusia tujuh tahun.

“Aku tak ingin menutupi keadaanku. Aku masih memiliki seorang ibu yang sehari – hari mengurus kami berdua, aku ingin kita melanjutkan hidup ini bersama kalian”Ujar Rozak

“Aku tahu seperti apa ibuku. Aku yakin ibu akan menerima kalian dengan baik”Rozak meyakinkan.

 

***

       Bukan perkara mudah membaur bersama masyarakat pedesaan atau masuk ke dalam komunitas baru bagi orang asing apalagi sebelumnya sudah tersiar kabar kurang sedap yang dibumbui dengan aneka cerita. Rozak bukan orang yang terlalu taat agama. Tetapi bukan pula seorang berandal yang suka membuat onar ataupun perbuatan tak terpuji lainnya. Tetapi para tetangga seolah tak berpihak ketika mendengar Rozak akan menikahi seorang janda beranak satu yang ditemukan di sebuah café. Bahkan hingga perkawinan mereka sudah berumur tiga bulan dan Rianti sudah mulai telat menstruasipun tatapan tak sedap masih terus mengiringi langkah Rianti setiap kali harus keluar rumah ke warung atau ketika harus berpapasan dengan tetangga. Rianti dipandang seperti kotoran yang tak layak  berada di kampung mereka. Biasanya Rianti akan masuk kamar dan menangis. Entah sampai kapan ini bakal terjadi.

“Sudahlah Rianti, Bersabarlah. Nanti mereka akan mengerti dan menerima keadaan ini. Tak perlu kita mengatakan apapun pada mereka. Dan sebaliknya tak perlu kamu bersedih. Umak yakin suatu hari nanti semua bakal baik-baik saja. Tugas kamu sekarang meningkatkan ibadahmu, mengurus suami dan anak-anak kalian. Berdoalah, Allah yang akan memperbaiki semuanya”Umak Rozak menasehati Rianti. Entah sudah berapa kali Umak mengulang kalimat itu. Rianti merasakan ketulusan beliau. Menerima keberadaan Rianti. Bagi Umak kebahagiaannya adalah ketika anaknya Rozak dan cucunya Nisha berbahagia. Dan Umak sudah melihatnya. Apalagi ketika Cicih, anaknya Rianti diboyong dan berkumpul di rumah Umak, kehadirannya menjadi penyempurna kebahagiaan cucunya. Keduanya seumuran dan gelak mereka ketika bermain membuat rumah Umak menjadi hidup.

***

            Petang bermega, lembayung berpulas rona tembaga menghias ufuk,

menyambut matahari pulang 

Warna alam siarkan kala,

berkata pada malam yang menanti berjaga

pada rembulan yang mengendap di balik rimbun dedaunan taman.

Hari Minggu lusa akan diselenggarakan Selamatan kelahiran bayi Rianti dan Rozak. Rianti masih terkesima mendapatkan kenyataan dua hari ini. Hingga petang ini semua tetangga silih berganti berdatangan. Memenuhi rumah dan halaman. Sibuk memasang tenda, membuat aneka masakan. Menghias dan merapikan rumah. Dan yang lebih membuat Rianti terharu mereka demikian ramah kepada Rianti. Selaksa bermimpi. Rianti sudah satu bulan lebih tidak keluar rumah setelah pulang dari rumah bidan usai melahirkan. Umak melarangnya keluar rumah. Melarangnya bekerja. Dan banyak lagi larangan lainnya. Rianti hanya menurut. Baginya terlalu baik Umak untuk dilukai hatinya.

Di Belitung mempunyai budaya selamatan empat puluh empat hari. Kadang-kadang disebut juga sebagai selamatan lepas pantang. Selamatan ini merupakan acara yang diselenggarakan oleh keluarga yang baru melahirkan bayi. Diselenggarakan pada hari ke empat puluh empat setelah kelahiran. Disebut sebagai selamatan lepas pantang karena selama empat puluh empat hari sebelumnya biasanya akan diberlakukan beberapa pantangan bagi ibu yang baru melahirkan dan bayinya. Seperti tidak boleh keluar rumah, tidak boleh bekerja sama sekali. Hanya boleh tidur atau beristirahat dan duduk. Tempat pembaringannya didesain sedemikian rupa untuk memudahkan Rianti berbaring dan bangkit. Sebuah Kasur dibentangkan di atas sehelai tikar. Di bagian kepala akan disusun bantal-bantal sehingga posisi Rianti berbaring setengah duduk. Di atas pembaringan pada langit-langitnya diikatkan sebuat tali yang berjuntai hingga dapat diraih dan digunakan Rianti sebagai alat untuk mempermudah bangkit dari pembaringan.

Selama empat puluh empat hari akan diberikan makanan yang kebanyakan diolah dengan cara merebus tanpa cabai. Tidak diberikan makanan yang memungkinkan timbul gatal dan diare atau gangguan lainnya. Beberapa bahkan melarang makan telur atau jenis ikan tertentu. Bak seorang putri makanan akan diantar hingga di sisi pembaringan Rianti. Sehingga Rianti tidak perlu meninggalkan pembaringan. Rianti cukup bergeser dan memindahkan kedua kakinya untuk bersimpuh. Rianti sangat diperhatikan dan dijaga, seperti ibu-ibu pasca melahirkan lainnya di pulai ini.

Budaya ini cukup bagus jika dipandang dari sudut kepedulian keluarga terhadap ibu yang usai melahirkan akan tetapi di sisi lain ada beberapa hal yang kurang tepat seperti mobilitas ibu usai melahirkan yang semestinya diterapkan untuk mempercepat pemulihan, gizi ibu usai melahirkan yang seharusnya tidak perlu diberikan pantangan sehingga makan lebih lahap dan produksi ASI berlimpah serta kesehatan ibu menjadi lebih sehat. Dan tentang personal hygine yang terkadang kurang terjaga karena ibu dikondisikan untuk banyak berbaring sehingga jarang ke kamar mandi untuk membersihkan organ reproduksinya. Belum lagi adanya larangan keluar sebelum empat puluh empat hari. Hal ini sering berseberangan dengan hak bayi untuk mendapatkan imunisasi segera sesudah lahir sehingga menjadikan bayi harus menunda mengunjungi Posyandu sebagai akses terdekat layanan kesehatan.

Seiring berjalannya waktu dengan edukasi dari para petugas kesehatan, norma ini berangsur dapat bersinergi dan saling menyesuaikan antara budaya, kaidah kesehatan dan kebijakan pemerintah yang berlaku.

“Makan dulu Rianti”Seorang wanita paruh baya menegur Rianti dan mengangsurkan sebuah nampan berisi makanan lengkap. Satu piring nasi putih dengan satu ekor ikan goreng dan satu mangkok sayur selabor, salah satu jenis sayur yang sering disajikan pada hari-hari mendekati pesta. Sayuran ini berisi daun katuk, potongan ubi jalar, kacang panjang, ketimun, aneka sea food seperti udang dan kerang yang kuahnya hanya berbumbu tiga macam saja, yaitu cabai, terasi dan garam. Rasanya sangat gurih dan segar.

“Ayo dimakan. Sudah selesai berpantangmu, Rianti” Bibinya Rozak seperti menjawab keraguan Rianti yang tertegun memandang lauk pauk yang tersaji tidak seperti hari-hari kemarin. Rianti tersenyum dan menerima nampan dari tangan Bibi Rum. Air Matanya nyaris jatuh. Mendapati semua orang begitu perhatian dan mendukungnya. Betapa Bibi Rum membuang muka saat pertama melihat kehadiran Rianti di rumah Umak.

“Maafkan bibi, Rianti” Seperti mendengar suara hati Rianti, Bibi Rum meraih tubuh Rianti ke dalam pelukannya.

Sekonyong-konyong dari pintu kamar menghambur ke dalam beberapa ibu-ibu muda menghampiri Rianti.

“Selamat ya, Rianti. Anaknya sehat dan lucu.”Salah seorang di antaranya menyalami Rianti,  mengangsurkan sebuah amplop diikuti ibu-ibu yang lainnya. Mereka tetangga dekat. Biasanya tetangga dekat akan menemui pemilik acara sehari atau dua tiga hari sebelum  pesta dan memberikan amplop sumbangan alakadarnya. Mereka setiap hari akan datang menolong dan makan bersama keluarganya di rumah pemilik acara. Rianti tak mengatakan apa-apa, terkesima mendapatkan semuanya. Hingga mereka keluar kamar Rianti baru terjaga dan terbata-bata mengucapkan terimakasih.

***

            Alunan musik orgen tunggal menghiasi  suasana pesta. Aneka sajian memenuhi meja-meja. Tekwan, empek-empek, somay, bakso ikan khas Belitung,ada juga sajian nasi lauk lengkap dengan kuah gangan, yang merupakan salah satu jenis masakan Belitung dengan bumbu kunyit mirip lempah kuning di budaya melayu. Tak ketinggalan aneka minuman mulai dari es bubur dawet khas Belitung dilengkapi tape singkong, es teh dan es krim ala-ala. Di salah satu meja tersaji satu nampan besar berisi jajanan ala Belitung seperti, dudul, wajit, cucur, dadar gulung juga jungkong, yang terbuat dari tepung dengan gula merah berada dibagian bawah. Rasanya manis dan gurih.

Para tamu silih berganti datang memberikan ucapan selamat pada Rianti dan Rozak yang berdiri dengan bayi mungil dalam gendongannya. Wajah Rianti berseri-seri. Hidupnya serasa sangat lengkap. Rianti sangat bahagia mampu memberikan seorang putra bagi Rozak. Alhamdulillah Allah mengabulkan doa mereka ingin memiliki seorang putra. Mereka sudah memiliki dua bocah perempuan yang berdiri di sisi Rianti melengkapi barisan penyambut tamu. Nisha dan Cicih. Keduanya berkali-kali saling memandang dan tersenyum. Mereka menikmati jalannya pesta. Sejak usai sholat dhuhur keduanya sudah duduk menanti di kamar Rianti. Menanti untuk di make up, seperti kebanyakan anak-anak lain jika keluarganya menyelenggarakan pesta.

Tiba-tiba dari balik kerumunan tetamu seorang lelaki bertubuh tegap merangsak masuk. Rianti tercekat. spontan tangannya tegang mencengkeram lengan Rozak. Cicih dan Nisha menghambur bersembunyi di belakang Rozak. Para tetamu tertegun mendengar pekik ketakutan Rianti. Sontak semua mata tertuju pada mereka. Lelaki tegap itu terus melangkah tak hiraukan apapun. Tangannya sigap meraih tangan Rozak. “Terimakasih, kamu sudah mau menjadi ayah yang baik bagi Cicih anakku. Jaga mereka. Maafkan aku telah merepotkan kalian” Suara itu datar. Hanya sesaat kemudian bergegas meninggalkan pesta. Rozakpun belum sempat berkata apa-apa. Rianti limbung.

Seroja menebar pesona bagi pemuja nan tulus

tinggalkan perih pada luka yang tercabik tiada henti

camar biru terbang tanpa tepian meraba batas yang tiada kira

usai sudah cinta, hanyut sudah cita

 

SEKIAN


       Dia adalah Wahyu Heany Prismawati, AM.Keb seorang bidan yang memiliki hasrat besar menulis. Semasa sekolah menengah sering berkirim puisi di majalah lokal. Namun sekarang  terkendala dengan kesibukannya sebagai ASN di Dinas Kesehatan Kabupaten Belitung. Dia memilki seorang suami dan dua orang putra. Terlahir sebagai putri pertama pasangan bapak dan  ibu guru di sebuah desa kecil di Kabupaten Purworejo. Usai mengikuti Program Pendidikan Bidan Aisyiyah di Yogyakarta, awal tahun 1992 hijrah menunaikan konsekwensi menjadi bidan di pulau nan eksotik, Belitung. Mimpinya terus melambung untuk menjadi penulis, hingga saat ini. Bahkan kiprahnya di persyarikatan Muhammadiyah dan Aisyiyah sering dijadikan objek sebagai pelepas hasrat menulis.  Dan berkat inisiasi sahabatnya dia sudah memiliki 2 Buku Antologi Cerpen Bersama Tim Tinta Aksara. Bila ingin mengenal tulisannya lebih dekat bisa melalui blog yang dirilisnya sejak 2015. 

Di :  https://dafirastory.blogspot.com/2022/05/html

                                                                 


                                                                                                                             

                                                                                                                                                                                                  


 

PERIH oleh : Wahyu Heany Prismawati, AM.Keb  Gelisahku kutitipkan kepada untaian bintang di langit malam  kerlipnya menepis gundah seperti t...