Senin, 12 September 2022

 


LGBT DALAM PRESPEKTIF PENDIDIKAN ANAK SECARA ISLAM

oleh : Wahyu Heany Prismawati, AM.Keb
Ketua Pimpinan Cabang Aisyiyah Kecamatan Sijuk Kabupaten Belitung


Pengantar
    
    Dari Abu Sa'id Al Khudri ra, dia berkata : 
"Aku mendengar Rasullullah SAW bersabda : "Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaknya dia ubah dengan tangannya (Kekuasaannya). Kalau dia tidak mampu hendaknya dia ubah dengan lisannya dan kalau dia tidak mampu hendaknya dia ingkari dengan hatinya. Dan inilah selemah-lemahnya iman." (HR.Muslim). 

Kajian Bulanan Ahad Pagi 

    Pengajian bulanan Pimpinan Cabang Aisyiyah Kecamatan Sijuk pada bulan ini diselenggarakan bertepatan pada Hari Ahad Tanggal 11 September 2022. Seperti biasa satu persatu pengunjung berdatangan mulai memadati Gedung Taman Pendidkan Alquran/TPA Aisyiyah yang terletak di Jalan Sijuk Desa Air Seruk itu. 
    Alhamdulillah cukup ramai. Pimpinan Daerah Muhammadiyah Belitung diwakili dengan kehadiran Bapak Nasrullah, S.Pd. Menyusul hadir Bapak Harun perwakilan dari Lembaga Amal Zakat infaq dan Shodaqoh Muhammadiyah / Lazismu Kabupaten Belitung. Hadir lebih awal Ibunda Hj. Aat Siti Asmunah bersama para remaja putri dari Panti Putri Aisyiyah Tanjungpandan, Selain para ibu mukimin Desa Air Seruk, majelis juga diramaikan oleh Kelompok Majelis Taklim Masjid AT Taubah Tanjungpandan dan Majelis Taklim Masjid Al Jamaah Desa Air Seruk. 
    Pengurus Pimpinan Cabang Aisyiyah Kecamatan Sijuk hadir lengkap mulai dari Ketua, Sekretaris Ibu Sri Hendrawanti, Ketua Majelis Tabligh Ibu Hj.Yuspina dan pengurus lainnya. Tidak ketinggalan hadir Kepala TPA Aisyiyah Ibu Harmini dan para Ustadzah TPA Aisyiyah. Tampak hadir juga Kepala TK ABA 6 Desa Air Seruk Ibu Friska Elvira, S.Pd.
    Kajian pada hari ini cukup menarik meskipun agak sensitif  karena membahas hal yang fenomenal dan riskan. LGBT. Yaitu kependekan dari Lesbian, Gay, Bisexual dan Trans Gender.
    Ustad Rudy Ermawan, S.Pd dalam ceramahnya menyampaikan bahwa islam menyandingkan dosa para LGBT dengan dosa durhaka dan dosa dayyuts.

Durhaka
    Durhaka adalah ingkar terhadap perintah. Bisa perintah Allah, orangtua dan sebagainya. Dalam hal ini Allah memerintahkan agar kita berbuat baik kepada kedua orangtua terutama ibu.

Dayyuts 
    Dayyuts adalah laki-laki baik ayah, suami, abang, adik laki-laki yang tidak terusik ketika anggota keluarganya yang menjadi tanggungjawabnya melakukan pernbuatan maksiat dan haram. 
    Lebih jauh Ustad Rudy Ermawan, S.Pd. juga menyitir sebuah Hadits Rasulullah SAW tentang LGBT yang artinya :
"Rasul melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan perempuan yang menyerupai laki-laki"
(HR. Ahmad No 3151, 5: 243, Sanad hadits shahih sesuai syarat Bukhari)

Kemudian disampaikan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi LGBT yaitu :
1. Perilaku LGBT terjadi karena jauh dari agama.
    Bahwasanya manusia lebih hina dari pada hewan dikarenakan laki-laki menyukai laki-laki dan perempuan menyukai perempuan.
Dalam Al Quran Surat Al Araf : 179

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيْرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْاِنْسِۖ لَهُمْ قُلُوْبٌ لَّا يَفْقَهُوْنَ بِهَاۖ وَلَهُمْ اَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُوْنَ بِهَاۖ وَلَهُمْ اٰذَانٌ لَّا يَسْمَعُوْنَ بِهَاۗ اُولٰۤىِٕكَ كَالْاَنْعَامِ بَلْ هُمْ اَضَلُّ ۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْغٰفِلُوْنَ

Artinya :
Dan sungguh akan Kami isi neraka Jahanam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mererka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (Ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah) dan mereka mempunyai telinga (tetapi tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak bahkan lebuh sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah.
2. LGBT terjadi karena ketidak tegasan orangtua /keluarga dalam menegakkan aturan agama. Di sebagian masyarakat pada saat ini terdapat perubahan tata nilai dalam menyikapi pergaulan. Seperti norma keluar rumah atau pergaulan pada remaja putri dan putra yang sangat longgar sehingga membiaskan norma agama. Bahkan terkadang miris jika kita mengamati sebagian orangtua justru menfasilitasi pergaulan dimaksud sebagai sebuah prestise atas kemampuan status ekonomi atau kemapanan. Naudzubillahimindzaliq.
3. Penggunaan gawai diluar kontrol sehingga mengakses hal-hal diluar ranah usianya. Penggunaan gawai pada era digital seperti sekarang ini merupakan sebuah hal yang lazim. Para orang dewasa menggunakan untuk komunikasi dalam pekerjaan dan diluar pekerjaan serta kepentingan lainnya seperti sarana berbisnis atau berdagang dan lain-lain. Demikian halnya dengan anak-anak kita. Belajar mengajarpun adakalanya menggunakan gawai melalui zoom meeting seperti layaknya orang dewasa menyelenggarakan rapat, seminar  melalui zoom bahkan sekedar berkoordinasi.
    Lebih lanjut Ustad Rudy Ermawan, S.Pd juga mengingatkan bahwasanya anak-anak memiliki hak dan sebagai orangtua kita berkewajiban untuk menfasilitasi. 
Hak anak yang dimaksud adalah :
1. Mendapatkan ibu yang baik
    Ibu adalah panutan, perilakunya dijadikan cermin untuk ditiru, diikuti oleh anak-anaknya
2. Mendapatkan pelajaran Al Quran dari ayahnya atau seseorang yang menggantikan jika ayahnya tidak berkemampuan mengajarkan. 
Kesimpulan
    Fenomena LGBT yang marak pada saat ini hendaknya kita sikapi dengan mawas diri melalui penanaman tauhid dan penerapan aturan agama sejak dini. Dengan demikian menjadi sebuah kebiasaan dan akhlaq keseharian. Demikian Ustad Rudy Ermawan, S.Pd mengakhiri ceramahnya.

Penutup
    Kajian mengenai LGBT ini diharapkan mampu menggugah nurani para jamaah majelis ilmu untuk ikut berkontribusi dalam pencegahan dan perkembangannya yang semakin mengkhawatirkan. Selain dinilai sebagai pahala berlomba dalam kebaikan dan  mencegah kemungkaran akan tetapi  juga ikut serta dalam pembangunan Sumber Daya Manusia Indonesia yang bertaqwa dan berakhlaq mulia, demi terwujudnya Baldatun Thoyibatun Warobbun Ghofur. Aaaminn
Air Seruk, 11 September 2022

Sabtu, 10 September 2022

 


BENDERA

oleh : Wahyu Heany Prismawati, AM.Keb

     Surjana termangu, tumpukan bendera masih menggunung. Gundahnya memuncak. Kerut keningnya semakin berlipat. Mencoba berpikir lebih keras. Apa yang harus dilakukan. Besok sudah tanggal 17 Agustus, bagaimana caranya agar bendera-bendera itu habis terjual. Surjana lekas beristighfar menepis gundah.

    Surjana tekun membuka lapaknya dari pagi hingga petang. Sesekali dia menutupnya sesaat sebelum adzan. Bergegas melangkah ke sebuah masjid yang tidak jauh dari tempatnya berjualan. Usai Sholat Surjana akan membuka dagangannya kembali. Surjana bahkan makan siang di tempat itu. Dengan menu makan siangnya yang nyaris selalu sama. Nasi Putih, tempe atau tahu goreng. Sesekali telur dadar yang hanya berbumbu garam. Bagi Surjana tekadnya mencari rizki untuk keluarga, rupiah demi rupiah dikumpulkan untuk bisa dibawa pulang.  

    Tahun-tahun lalu Surjana selalu mangkal di sini. Di salah satu sisi pelataran sebuah gedung tua yang setiap sore halamannya dipadati oleh pengunjung aneka kuliner dan muda-mudi yang sekedar duduk-duduk di tangga-tangga yang sengaja dibuat oleh Pemerintah Daerah setempat untuk sarana umum dan rekreasi. Sesekali di pagi atau siang hari halaman gedung yang luas itu digunakan untuk berlatih atau tampil sekelompok Drumband sekolah menengah. Nyaris tak pernah sepi aktifitas. 

    Meski selalu ramai tetap saja lapak Surjana sepi pengunjung di tahun ini. Mungkin karena kian banyak orang-orang yang membuka lapak sejenis. Menjual bendera. 

    Surjana lelaki empat puluh enam tahun yang biasa disapa Kang Jana merantau dari pulau jawa ke pulau eksotik Belitung untuk berjualan bendera. Di kampung halamannya Garut, sedang menanti seorang istri dengan tiga orang anaknya dengan sepetak kebun yang tak seberapa. Penghasilan kebun  lebih sering tidak mampu menutupi kebutuhan keluarga. Seorang teman mengabarkan tentang Pulau Belitung empat tahun yang lalu dan membuatnya bergegas menjemput rizki. Mereka bersama menumpang sebuah kapal. Menurut penuturan temannya yang sudah lebih dulu ke Belitung, menjanjikan untuk berdagang. Masyarakat Belitung memiliki penghasilan yang cukup stabil. Dari mulai petani sayuran, petani karet dan sawit, nelayan, Aparat Sipil Negara, buruh pabrik tambang kaolin dan masih banyak lagi yang lainnya. Konon yang berdagang tidak sepi pengunjung. Cerita-cerita itu memotivasi Surjana untuk mengadu nasib ke Belitung. Dan ternyata tak sedikit teman-teman Surjana yang mengadu nasib dengan cara yang sama. Beberapa ada yang berjualan kasur dan bantal, bunga anggrek bahkan sampai bunga plastik. Mereka memikulnya berjalan dari kampung ke kampung. Dari pagi hingga petang. Dengan penghasilan tidak menentu. Kadang laris habis dan kadang tiga hari atau lebih membawa keliling dagangan yang sama. 

    Surjana memilih berjualan bendera karena sesuai dengan waktu kedatangannya waktu itu, awal Bulan Agustus. Dalam benak Surjana bakal laris karena pada Bulan Agustus setiap rumah kantor ruangan dan kapal-kapal nelayan akan memasang bendera dan sebagian akan membeli bendera yang baru. Tidak melesat perkiraan Surjana. Tahun pertama berjualan bendera Surjana meraup untung yang cukup lumayan dan sebelum tanggal 17 Agustus waktu itu, Surjana sudah melenggang pulang. 

    Hal itu berulang pada tahun berikutnya setiap setelah perayaan kemerdekaan Surjana kembali pulang ke kampung halaman dengan membawa penghasilannya berjualan bendera. Untuk kemudian Surjana akan mengulanginya kembali di tahun depan.

    Sore ini, jangankan memikirkan apa yang akan dijual sebagai ganti menjual bendera. Memikirkan cara menghabiskan sisa bendera-bendera saja Surjana sudah sangat pusing.  Sebetulnya sudah sejak tiba dua minggu yang lalu Surjana sudah merasa pesimis melihat para pelapak yang memenuhi tempat mangkalnya bertahun-tahun. Terlalu banyak. Tapi Surjana meyakinkan diri karena seluruh modal sudah dibelikan bendera. Dan berkeyakinan bahwa Allah yang memiliki seluruh semesta dan isinya.

    Surjana mulai menghitung-hitung sisa uangnya, semakin tertunduk setelah menemukan angka-angkanya. Paling lama hanya untuk tinggal dua sampai tiga hari lagi karena dia harus menyisakan untuk ongkos pulang ke Garut. 

    Adzan Sholat Ashar sebentar lagi berkumandang. Surjana bergegas melangkah meninggalkan lapaknya menuju Masjid. Langkah lebarnya segera melambat di serambi masjid. Melepas sandal bututnya menuju kamar mandi masjid. Di depan pintu kamar mandi masjid ada beberapa pasang sandal, Surjana mengambilnya sepasang untuk masuk ke kamar mandi lantas keluar melanjutkan berwudhu di salah satu deretan kran. Surjana duduk di depan salah satu kran air wudhu dan membukanya. Memulai berwudhu dengan lantunan doa berwudhu. Penuh khusyu. Takut tak sempurna hingga menciderai sholatnya. Bagi Surjana sholat adalah hiburan yang selalu dinantinya. Setiap gerakan dan bacaan sholat adalah jamuan bagi Surjana. Saat terindah ia mengadu, meminta dan berharap pada pemilik segala yang di langit dan di bumi. 

    Usai salam lisannya berdzikir sejenak. Kedua tangannya diangkat setinggi dada. Semua yang ada di benak tumpah mengalir. Surjana  selalu bersemangat sepulang dari masjid. Laksana lampu yang baru diganti baterai. 

    Surjana baru memasang sandal kanannya ketika seorang bapak berpakaian Aparat Sipil Negara menepuk bahu menyapanya,

 "Kang Jana ya ?"

"Betul bapak." dalam herannya Surjana mendekat dan mengulurkan kedua tangannya untuk bersalamam. Sejenak Surjana memandangi bapak yang menyambut kedua tangannya.

"Bapak Akbar bukan ? bapak yang dua tahun lalu memborong bendera saya. Apa kabar bapak ?" Surjana menyambut sapaan Akbar dengan sopan dan senyuman yang lebar. 

"Alhamdulillah kabar baik. Kang Jana apa kabar. Waah, sebentar lagi sudah mau pulang kampung ya kang" jawab Akbar lanjut bertanya. 

    Keduanya berkenalan dua tahun yang lalu dan sempat mengobrol panjang lebar. Akbar tipe orang yang tulus sehingga ketika mengobrolpun mampu mengingat dengan baik karena bukan sekedar berbasa - basi. Waktu itu Surjana sempat menceritakan kebiasaannya dan keluarganya yang ditinggalkan di Garut. Termasuk jadwal pulang jualan bendera setiap tahunnya.

"Alhamdulillah saya sehat-sehat saja. Rencana dua atau tiga hari lagi kemungkinan saya akan pulang ke Garut" Jawab Surjana. Suaranya agak melemah. Tak kuasa menyembunyikan kegundahannya meskipun masih tetap tersenyum.

"Alhamdulillah, saya ikut senang mendengarnya. Dagangan habis dong kang, kalau tiga hari lagi sudah mau pulang. Padahal kalau masih ada barang kami ada kebutuhan mendadak untuk perhelatan besar di kabupaten ini."kata Akbar. Kemudian Akbar sekilas menceritakan bahwa Kabupaten Belitung akan kedatangan tamu negara dari 20 negara pada September yang akan datang. Perhelatan yang dikenal dengan Pertemuan setingkat menteri atau G20 Presidensi Indonesia pada tanggl 7 September 2022 sampai dengan 9 September 2022.  

"Oh, kalau barang saya masih ada lumayan banyak. Bapak perlu berapa kira-kira, yang ukuran berapa?" sahut Surjana bersemangat.

"Begitu ya kang. Alhamdulillah. Berjodoh kita. Kalau begitu  saya bisa melihat barangnya sekarang ya kang. Biar sekalian saja Kang Jana ikut motor saya kembali ke lapak."

"Baiklah. Terimakasih bapak. Mari,"Surjana bergegas naik di belakang Akbar. Pikirannya berkecamuk penuh dengan berbagai asumsi. Yang paling dominan adalah rasa syukur yang membuncah. Di saat-saat terakhir kegelisahannya Allah menjawabnya dengan penuh cinta. Hanya sejenak saja sepeda motor Akbar sudah tiba di lapak Surjana. 

    Dengan bersemangat Surjana membuka kembali tumpukan bendera, mulai menghitung dan memilah sesuai ukuran bendera. Masih ada juga umbul-umbul. Yaitu bendera beraneka warna yang dipasang memanjang ke atas dan meruncing pada ujungnya. Biasa dipasang untuk memeriahkan suasana serta menarik perhatian. Umbul-umbul digunakan dalam budaya tradisional Jawa dan Bali, Indonesia dimana pemasangan umbul-umbul tersebut dilakukan jika ada kegiatan besar.

"Bagaimana kang, masih berapa ? tanya Akbar. 

"Yang ukuran 120 cm x  180 cm saya perlu 30 lembar  kang, kemudian yang untuk di kapal ukuran 100 cm x 150 cm saya ambil 50 lembar ya kang" tambah Akbar memberikan rincian.

"Baik. Saya siapkan bapak. Insyaa Allah barang masih ada"Suryana terus bertakbir dalam diam. Tiba-tiba pelupuk matanya terasa pedih, Surjana menunduk menyembunyikan air matanya dengan menyibukkan menyusun pesanan Akbar. 

"Ini yang untuk kapal masih kurang 20 lembar. Tapi saya masih menyimpan di rumah sewa. Bagaimana menurut bapak"ujar Surjana sopan.

"Kalau Kang Jana tidak keberatan kita selesaikan sore ini. Kita bisa sama-sama ke sana dengan sepeda motor. Nanti sekalian kita singgah di ATM kang" sahut Akbar

"Baik. Dengan senang hati. Apakah bapak tidak keberatan menunggu saya berkemas barang-barang saya ?"

"Ya saya tunggu nggak apa-apa kang"jawab Akbar. 

    Hanya beberapa menit Surjana berkemas. Surjana mengikat bungkusan bendera dengan tali kain yang biasa ia gunakan. Lantas bergegas menuju motor Akbar. Menuju pulang. Tak hentinya bertasbih bertahmid dan bertakbir atas kebesaran dan cinta Allah yang dikirimkan sore ini

    Tidak jauh letak rumah sewa yang ditinggali Surjana dan teman-temannya. Masih sepi. Sebagian belum kembali dari pekerjaannya. Waktu masih menunjukkan pukul 15.40 Wib. 

"Silakan duduk di sini, saya akan menyiapkan sisa bendera yang masih kurang. Nanti kita hitung kembali bersama-sama bapak." Surjana mempersilakan Akbar duduk dengan menyodorkan kursi plastik di teras kecil rumah sewa.

"Baik. Silakan kang"jawab Akbar.

    Dua bungkusan bendera dengan dua ukuran berbeda sudah selesai disiapkan. Akbar mengangsurkan sejumlah uang kepada Surjana. 

"Silakan, Kang Jana hitung kembali"

"Sudah. Saya sudah memperhatikan saat bapak menghitung tadi," jawab Surjana sambil menerima lembaran uang dari Akbar.

"Saya sangat berterima kasih, karena bapak sudah memborong kembali bendera-bendera saya"ujar Surjana kembali.

    Akbar meninggalkan Surjana dengan tersenyum. Dan Surjana berdiri melambai menatap kepergian Akbar seperti menatap seorang malaikat yang khusus dikirimkan Allah untuknya. Air Matanya mengalir tak terbendung. Bergegas melangkah ke kamarnya. Hanya satu yang ada di benaknnya ingin segera berkemas-kemas untuk segera pulang ke Garut. Menyampaikan titipan Allah untuk keluarganya. 


SEKIAN




  

Dia adalah Wahyu Heany Prismawati, AM.Keb seorang bidan yang memiliki hasrat besar menulis. Semasa sekolah menengah sering berkirim puisi di majalah lokal. Namun sekarang  terkendala dengan kesibukannya sebagai ASN di Dinas Kesehatan Kabupaten Belitung. Dia memilki seorang suami dan dua orang putra.      Terlahir sebagai putri pertama pasangan bapak dan  ibu guru di sebuah desa kecil di Kabupaten Purworejo. Usai mengikuti Program Pendidikan Bidan Aisyiyah di Yogyakarta, awal tahun 1992 hijrah menunaikan konsekwensi menjadi bidan di pulau nan eksotik, Belitung. Mimpinya terus melambung untuk menjadi penulis, hingga saat ini. Bahkan kiprahnya di persyarikatan Muhammadiyah dan Aisyiyah sering dijadikan objek sebagai pelepas hasrat menulis.  Dan berkat inisiasi sahabatnya dia sudah memiliki 5 Buku Antologi Cerpen  dan Puisi Bersama Tim Tinta Aksara , Komunitas Roemah Penulis dan PMA. Bila ingin mengenal tulisannya lebih dekat bisa berkunjung melalui blog yang dirilisnya sejak 2015. 

Di :  https://dafirastory.blogspot.com/2022/05/html

                                                                 



Sabtu, 03 September 2022

 

SEJUTA BENDERA BAGIMU NEGERIKU

oleh : Wahyu Heany Prismawati, AM.Keb

 

Laskar sejuta bendera bawakan asa untukku

berbaris laksana pejuang

pekik merdeka dalam kibarmu berlaga bersama deru angin pantai

cinta negeriku memerah menyesaki seluruh nadi hingga pori – pori

 

Laskar sejuta bendera bawakan cinta untukku 

negeriku berselimut merah putih 


Laskar sejuta bendera menari di sepanjang jalan 

elok menjuntai menghias gedung-gedung  

tegap di anjungan kapal-kapal

lenggoknya lecutkan potongan pesan 

pada debur ombak yang berulang pecah

pada mentari emas yang menyala pada ruas-ruas ranting

 

Laskar  sejuta bendera pesonakan negeriku

dengan taburan aneka warna menyela berkibar hingga gagahmu kentara

jika pudarmu menyapa bukan kami tak cinta

mungkin semesta yang tak henti mendera pada tulang-tulang penduduk negeri

demi gemintang yang menggoda taburkan kepingan mimpi

 

Laskar sejuta bendera kusimpan disini 

pada relung

kukibar dalam senyap

kujadikan pembalut jiwa agar putihnya tak lusuh  meski daulat negeriku dipenuhi noda

agar tak usang meski nusantara tercabik para durjana hingga hilang bentuk  

sejutamu tetap terpahat disini

 

 

Air seruk, Penghujung Agustus 2022

 

 

 

                                                                                                                                                                       Dia adalah Wahyu Heany Prismawati, AM.Keb seorang bidan yang memiliki hasrat besar menulis. Semasa sekolah menengah sering berkirim puisi di majalah lokal. Namun sekarang  terkendala dengan kesibukannya sebagai ASN di Dinas Kesehatan Kabupaten Belitung. Dia memilki seorang suami dan dua orang putra.      Terlahir sebagai putri pertama pasangan bapak dan  ibu guru di sebuah desa kecil di Kabupaten Purworejo. Usai mengikuti Program Pendidikan Bidan Aisyiyah di Yogyakarta, awal tahun 1992 hijrah menunaikan konsekwensi menjadi bidan di pulau nan eksotik, Belitung. Mimpinya terus melambung untuk menjadi penulis, hingga saat ini. Bahkan kiprahnya di persyarikatan Muhammadiyah dan Aisyiyah sering dijadikan objek sebagai pelepas hasrat menulis.  Dan berkat inisiasi sahabatnya dia sudah memiliki 2 Buku Antologi Cerpen Bersama Tim Tinta Aksara. Bila ingin mengenal tulisannya lebih dekat bisa melalui blog yang dirilisnya sejak 2015. 

Di :  https://dafirastory.blogspot.com/2022/05/html

                                                                 

 

                                                                                                                             

                                                                                                                                                                                                  

 

 

 

PERIH oleh : Wahyu Heany Prismawati, AM.Keb  Gelisahku kutitipkan kepada untaian bintang di langit malam  kerlipnya menepis gundah seperti t...